DALAM kasus kampanye iklan Benetton, secara langsung dapat dilihat bahwa iklan tersebut mempresentasikan Benetton bukan sebagai produk tapi lebih sebagai sebuah branding image. Foto-foto iklan Benetton tidak ada satupun produk yang diproduksi Benetton tampil di sana. Contoh-contoh lain seperti foto-foto kampanye iklan Benetton adalah foto-foto product shot dari perusahaan tembakau (bukan rokok), celana jeans dan beberapa perusahaan lainnya. Dalam contoh kasus ini, branding image korporat lebih dominan dibandingkan produknya sendiri. Branding image pada foto product shot jenis ini lebih menekankan pada gaya hidup dan penampilan dari sebuah iklan, yang mana foto produknya sendiri tidak harus tampil dalam foto. Di sini, foto produk tidak harus memperlihatkan produknya itu sendiri.

Cakupan sebuah fotografi product shot dapat berupa sebuah foto still lifeyang sederhana maupun yang abstrak, sampai dengan gaya dokumentasi jurnalistik untuk memvisualisasikan gaya hidup dan penampilan yang disebutkan di atas.

Dalam fotografi product shot, ada istilah yang disebut sebagai Pack Shot Photography. Pack shot ini adalah subvarian dari Product Shot, di mana produk di visualisasikan brand dan nama produknya secara langsung maupun memakai kemasan packaging-nya. Mungkin istilah pack shot ini adalah pengertian yang paling umum dan populer dari sebuah product shot. Sementara product shot photography-nya sendiri mempunyai arti yang luas dan bermacam, karena pihak advertising memberikan tambahan arti pada definisi ini.

Terlepas dari banyaknya jargon di dunia fotografi komersial, mulai dari still life, table top, background table, product shot dan pack shot semuanya mempunyai satu kesamaan. Bahwa fotografi komersial diciptakan untuk memvisualisasikan komoditas (bisa berupa produk secara nyata maupun tidak) untuk memenuhi tuntutan klien dalam mengiklankan usahanya. Dan peran fotografer adalah membuat foto komersial tersebut dengan aspek teknis dan estetika yang dipunyainya sehingga foto tersebut dapat menjadi foto bernilai jual. Atau boleh kita sebut hal tersebut sebagai foto komersial.

Perlengkapan Pemotretan

Foto komersial untuk kebutuhan advertising, yang biasanya diperuntukkan untuk foto poster atau billboard terdapat hukum semakin besar ukuran sensor (atau ukuran film pada fotografi analog) maka fotonya semakin baik. Sifat dari foto produk mempunyai jam kerja yang lama dan cukup “slow”, dalam pengertian foto harus di lay out dan distyle oleh fotografer dan stylist sampai menjadi foto “matang”.

Kebanyakan fotografer professional menggunakan kamera large format 4 x 5 inc atau 8 x 10 inc dengan digital back maupun dengan film slide yang kemudian di scanning dengan drum scanner. Karena kameranya yang berukuran besar seperti ini membuat jam kerja pemotretan menjadi lama dan cukup “slow”. Beberapa diantaranya memakai kamera medium format dengan digital back maupun film. Format medium format yang umum dipakai pada era digital adalah 6 x 7 dan 6 x 5. Tapi sekarang, banyak fotografer professional yang memakai DSLR 16.7 mega pixels karena harga digital back yang masih sangat tinggi. Harga kamera medium format dan digital back 30 mega pixel berkisar antara US$ 20.000 – US$25.000 yang kalo dirupiahkan berkisar Rp 184 juta – Rp 230 juta !

Salah satu faktor lain yang “melekat” pada kamera large format dan medium format adalah lensa standar yang semakin panjang. Dan karena lensa yang focal length nya semakin panjang maka lensa-lensanya pun mempunyai bukaan diafragma maksimum yang semakin lambat dan akibatnya membutuhkan level penyinaran dengan lampu yang lebih tinggi karena untuk mencapai depth-of-field yang maksimal agar benda yang kita foto dalam kondisi setajam silet.

Ukuran ruang studio juga harus dipertimbangkan. Sering untuk menghindari refleksi, fotografer harus memotret dari jarak cukup jauh dari background table dengan lensa 180 mm. Tinggi langit-langit dan lantai juga harus diperhitungkan, karena kedua elemen tersebut ikut memantulkan lampu yang sudah kita atur tata letaknya. Seringkali ada jokes diantara fotografer komersial, bahwa kalo ukuran benda yang Anda foto sangat kecil, Anda juga tidak harus memotret di ruangan sebesar hanggar pesawat terbang. Mungkin studio foto terbesar adalah studio foto untuk pemotretan sebuah mobil.

Light Angle dan Kualitas Cahaya

Pengertian light angle bukan pengertian posisi tinggi rendahnya lampu. Light angle adalah besar kecilnya sudut pancar cahaya dari sumber cahaya. Sudut pancar besar jika lampu dilakukan tanpa aksesoris lampu apa pun. Aksesoris lampu yang umum adalah standard reflector. Dengan lampu dibiarkan “telanjang”, cahayanya menjadi “keras” dan amat menyilaukan. Ini biasa disebut dengan sebutan Hard Lighting. Penyinaran dengan cara ini akan menghasilkan shadows yang tegas dan keras; yaitu bayangan dengan garis tepi tegas, dan jelas. Berbeda dengan light angle yang besar namun dikombinasikan dengan umbrella, soft-star dan soft box yang kualitas cahayanya akan menjadi lembut dan shadows-nya pun lembut dengan kontras rendah. Lighting seperti ini disebut dengan nama Soft Lighting.

Kualitas cahaya di sini berarti besar-kecilnya daya pancar dan sudut pancar, keras lunaknya cahaya dan bayangan dan berbagai sumber cahaya beserta aksesorisnya.

Seringkali, hard lighting berguna untuk permukaan yang kasar dan bertekstur agar highlights tampil dengan nyata. Hanya jika kita berhadapan dengan permukaan benda yang reflektif, metal/silver/gold/kaca misalnya, cara penyinaran ini beresiko tampilnya tampilan lampu yang disebut sebagai hot spot yang sangat mengganggu dan area hot spot itu pun dipastikan highlights-nya akan hilang, di mana detil pada bagian itu akan hilang karena perbedaan intensitas cahaya yang tinggi sekali. Ini biasanya diakali dengan pemakaian filter polarisasi (berbentuk sheet lembaran) di depan lampu atau alternatif lain dengan menggunakan anti reflex spray, yaitu spray anti refleksi yang membuat permukaan benda menjadi dof dan tidak reflektif. Pemakaian kedua benda ini juga agak tricky karena permukaan benda akan terlihat redup sehingga highlights menjadi hilang.

Soft Lighting sering kali menjadi pilihan karena beresiko lebih kecil, namun ada kalanya kurang efektif karena ketajaman, kontras, shadows dan highlights seolah lebih “dull” dibandingkan dengan hard lighting. Biasanya, para profesional mengambil jalan tengah dengan memakai aksesoris yang tidak terlalu keras maupun tidak terlalu lembut. Aksesoris yang dimaksud adalah aksesoris bernama parabola reflector atau sun reflector, di mana reflector ini berjenis “lunak” (karena reflector biasanya berjenis “keras”) yang berbentuk parabola dengan penghalang lampu di bagian tengah. Bilamana tekstur benda bukan merupakan hal yang perlu dari karakteristik benda yang kita foto maka kita dapat memanfaatkan soft lighting karena kita dibebaskan dari unsur menampilkan highlights. Contoh paling umum adalah pada pemotretan orang, produk yang cukup besar, buah-buahan, tumbuh-tumbuhan dan lain-lain.

Setiap ada highlights pasti ada shadows. Dalam fotografi, kedua elemen ini sudah seperti sepasang kekasih yang selalu ada di tiap foto. Dalam tiap exposure dan pemilihan hard-soft lighting yang kita pakai akan menciptakan sebuah Fidelity. Fidelity diartikan sebagai detil-detil yang tercipta dari highlights dan shadows. Fidelity ini ikut memberikan kontribusi kedalaman warna (dynamic range) pada fotografi digital, karena memberikan “keseimbangan” detil yang tercipta karena komposisi hightlights dan shadows dalam suatu foto. Keseimbangan ini dapat kita lihat dalam histogram foto digital tersebut.(bersambung)