Seperti yang disebutkan di atas, rule kadang dibuat untuk dilanggar. Semua sah-sah saja, asal tujuan kita untuk mendapatkan sebuah focal point tercapai.

6. Carilah Garis/ Lines/ Pattern

                Sebuah garis atau pattern bisa membuat/menjadi focal yang akan menggiring mata untuk lebih jauh mengexplore foto landscape Anda. Kadang leading lines atau pattern tersebut bahkan bisa menjadi POI dari foto tersebut. Garis-garis  juga bisa memberikan sense of scale atau image depth (kedalaman ruang). Garis atau pattern bisa berupa apa saja, deretan pohon, bayangan, garis jalan,tangga, tepi danau/laut, dan seterusnya. Hanya dengan seringnya melakukan hunting atau photo trip, kita akan terbiasa melihat lines, shape, dan pattern yang terkadang tersamarkan atau berbaur dengan alam atau lingkungannya. Angle dan komposisi dapat memperkuat sebuah leading lines atau shape yang ada.

Gbr 48: Foto kiri: lines,  foto kanan: pattern.(Foto: Yadi Yasin)

7. Capture moment & movement

 Sebuah foto landcsape tidak berarti kita hanya menangkap (capture) langit, bumi atau gunung, tapi semua elemen alam, baik itu diam atau bergerak seperti air terjun, aliran sungai, pohon-pohon yang bergerak, pergerakan awan, dan seterusnya dapat menjadikan sebuah foto landscape yang menarik. Sebuah foto landscape tidak harus menggambarkan sebuah pemandangan luas, seluas-luasnya, tapi sebuah isolasi detail, baik objek yang statis maupun yang secara dinamis bergerak, bisa menjadi sebuah subjek dari sebuah foto landscape.

Gbr 49: Capture moment and movement. (Foto: Yadi Yasin )

8. Bekerja sama dengan alam atau cuaca

                Sebuah scene dapat dengan cepat sekali berubah. Oleh sebab itu menentukan kapan saat terbaik untuk memotret sangat penting. Kadang kesempatan mendapat scene terbaik justru bukan pada saat cuaca cerah langit biru, tapi justru pada saat akan hujan atau badai atau setelah hujan atau badai, di mana langit dan awan sangat dramatis. Selain kesabaran dalam “menunggu” moment, kesiapan dalam seting peralatan dan kejelian dalam mencari objek dan focal point seperti awan, ROL (ray of light), pelangi, kabut, dan lain-lain.

Gbr 50: Alam sering memberi pemandangan menakjubkan (Foto: Yadi Yasin)

9. Golden hours & Blue hours

                Pada normal colour landscape photography, saat terbaik biasanya sekitar (sebelum) matahari terbenam (sunset) atau setelah matahari terbit (sunrise). Golden hours adalah saat, biasanya 1-2 jam sebelum matahari terbenam (sunset) hingga 30 menit sebelum matahari terbenam, dan 1-3 jam sejak matahari terbit, di mana”golden light” atau sinar matahari akan membuat warna keemasaan pada objek. Selain itu, saat golden hours juga akan membuat bayangan pada objek, baik itu pohon, atau orang menjadi panjang dan bisa menjadi leading lines seperti yang disebutkan pada foto di atas.

Jika kita memotret pada saat golden hours sudah lewat, atau pada saat matahari sudah terik, biasanya hasilnya akan flat atau harsh lighting-nya karena matahari sudah jauh di atas. Ini berlawananan dengan landscape photography yang tidak mengenal golden hours, di mana saat terbaik justru pada saat tengah teriknya matahari. Blue hours adalah beberapa saat, biasanya hingga 20-30 menit setelah matahari terbenam (sunset), saat matahari sudah terbenam, tapi langit belum gelap. Pada saat ini langit akan berwarna biru. Jadi kurang tepat pada saat matahari sudah terbenam dan langit mulai gelap (oleh mata kita), kita langsung mengemas tripod. Justru pada saat ini kita bisa mendapatkan sebuah scene yang bagus di mana langit berwarna biru dan tidak hitam pekat. Biasanya dengan long exposure, awan pun (walau kalau kita  lihat dengan mata telanjang sudah tidak tampak) masih terlihat jelas dan memberikan texture pada birunya langit.

Gbr 51: Pemandangan sunrise. (Foto: Yadi Yasin)

Gbr 52: Pemandangan before sunset. (Foto. Yadi Yasin)

Gbr 53: Pemandangan saat golden hours. (Foto: Yadi Yasin)

Gbr 54: Pemandangan blue hours. (Foto: Yadi Yasin)

10. Cek Horizon

                Walaupun sekarang dengan mudah kesalahan ini dapat dikoreksi dengan image editor tapi Yadi Hasan masih berkeyakinan “get it right the first time” akan lebih optimal. Ada dua hal terakhir saat sebelum kita menekan shutter: Apakah horizonnya sudah lurus. Ada beberapa cara untuk bisa mendapatkan horizon lurus saat eksekusi di lapangan (lihat #12). Apakah horizon sudah di komposisikan dengan baik (lihat #5) untuk pengaplikasian Rule of third. Peraturan kadang dibuat untuk dilanggar, tapi jika scene yang akan kita buat tidak cukup kuat (strong) elemennya, biasanya Rule of Third akan sangat membantu membuat komposisi menjadi lebih baik. Memang dengan croping nantinya di software   pengolah gambar, kita bisa memperbaikinya. Tapi kalau tidak terpaksa, lebih baik pada saat eksekusi kita sudah menempatkan horizon pada posisi sebaiknya.

Gbr 55: Dua contoh foto di atas adalah salah satu foto yang diambil amannya (save) untuk posisi horizon pada saat eksekusi. Oleh karena itu horizon diletakkan pas di tengah saja dengan harapan pada saat itu bisa melakukan cropping nantinya (baik di-crop bagian bawah).(Foto: Yadi Yasin)

11. Ubah sudut pandang/angle/view Anda

                Kadang kita terpaku dengan sudut pandang atau angle yang umum kita lakukan. Atau mungkin kalau kita mengunjungi suatu tempat yang sering kita lihat fotonya baik di majalah atau website kita menjadi “latah” dan memotret dengan angle yang sama. Banyak cara untuk mendapatkan fresh point of view. Tidak selamanya “eye-level angle” (posisi normal saat kita berdiri) dalam memotret itu yang terbaik. Coba dengan high-angle (kamera diangkat di atas kepala), waist-level angle, low level, dan seterusnya, coba berbagai format horizontal dan/atau vertikal. Atau mencoba mencari spot atau titik berdiri yang berbeda atau tempat yang berbeda, misalnya dari atas pohon (ada memang fotografer senior yang senang memanjat pohon untuk mendapatkan view yang berbeda, dan hasilnya memang berbeda dan unik), atau mencoba berdiri lebih ke tepi jurang, atau bahkan tiduran di tanah, tentu saja dgn lebih mengutamakan keselamatan Anda sendiri sebagai faktor yang lebih utama dan menghitung resiko yang mungkin didapatkan.

Satu hal yang harus dipahami, mencoba dengan sudut pandang yang berbeda tidak selalu otomatis gambar kita akan lebih bagus atau lebih baik, tapi begitu sekali Anda mendapatkan yang lebih bagus, dijamin pasti berbeda dengan yang lain. Dengan sering bereksperimen dengan berbagai angle, lama-kelamaan insting Anda akan terlatih saat berada di lapangan untuk mendapatkan tidak hanya angle yang bagus, tapi juga berbeda. Jangan memotret berulang-ulang pada satu titik/spot.

Cobalah untuk bergeser beberapa meter ke samping atau ke depan, atau bahkan berjalan jauh. Juga sesekali coba menoleh ke belakang untuk melihat, kadang bisa mendapatkan angle yang menarik dan berbeda. 3-5 jepretan pada satu titik dan “move on, change spot, change orientation (landscape <-> portrait), look back, change lenses“.Terutama jika Anda sering travelling, baik itu ke tempat yang sudah umum atau ketempat yang jarang di kunjungi fotografer. Ada kalanya kita ada pada spot di mana foto dari lokasi itu sudah merupakan lokasi “sejuta umat” di mana ratusan bahkan ribuan fotografer pernah memotret di spot yang sama dan menghasilkan foto yang mirip atau beda-beda tipis. Gunakan foto-foto yang sering Anda lihat tersebut sebagai referensi, pelajari dan aplikasikan tekniknya dan coba menemukan sesuatu yang berbeda. Make a difference.

Gbr 56: Anda bisa tiduran sejenak di bawah unta yang di sekitarnya dipenuhi kotoran unta.(Foto: Yadi Yasin)

Gbr 57: Kalau tidak keberatan sejenak berjalan-jalan mencari spot di bantaran sungai yang merupakan WC penduduk setempat.(Foto: Yadi Yasin)

Gbr 58: kalau tidak keberatan sejenak mempertaruhkan nyawa dengan berdiri dan memasang tripod tanpa harness di tebing miring curam tanpa pagar pengaman dengan lautan Pacifik ada 200m di bawah.(Foto: Yadi Yasin)

Gbr 60: Kalau tidak keberatan berpanas-panas (50 C) sepanjang hari di tengah padang pasir Thar (India-Pakistan).(Foto: Yadi Yasin)

 12. Pergunakan peralatan bantu

                Penggunaan beberapa peralatan di bawah ini membantu mendapatkan foto landscape yang lebih baik. 

  • CPL filter : untuk lebih memekatkan/ saturasi warna, memekatkan warna biru pada langit, menghilangkan pantulan, dan seterusnya,

Gbr 61: CPL filter, ND filter, dan Graduated ND Filter mampu memperindah tampilan foto. (Foto: Yadi Yasin)

  • ND filter : Untuk menurunkan exposure, untuk mendapatkan slow exposure speed. Dari ND2, ND4, ND8. ND400 hingga ND1000,
  • Graduated ND filter : Untuk menyeimbangkan exposure antara bagian atas dan bawah, misalnya antara langit dan daratan. Dari ND 0.1, 0.2, 0.3, 0.6 hingga 1.2,

Ada dua  tipe Graduated ND: Soft Edge & Hard Edge:

  • Graduated color filter, seperti graduated sunset, graduated tobacco, graduated blue fluorescent, dan seterusnya dengan berbagai kepekatan dan tipe (mirip dengan normal Graduated ND),
  • Bubble level: Untuk mendapatkan horizon yang level/datar sempurna. Bisa juga menggunakan grid pada view finder atau menggunakan focusing screen yang mempunyai grid.

Dengan semakin mudahnya penggunaan software dan semakin canggihnya feature software pengolah gambar untuk memperbaiki/koreksi kesalahan pada saat eksekusi yang bisa mengatasi kesalahan exposure atau kemiringan horizon. Penggunaan alat-alat tersebut di atas kadang terasa kurang diperlukan, tapi umumnya “get it right the first time” akan bisa menghasilkan foto yang lebih baik dan natural, dibandingkan kalau foto itu harus dipermak habis-habisan hanya agar bisa tampak “baik”. Jika sudah melakukan segalanya dengan baik dan benar, akan lebih terbuka luas lagi kemungkinannya untuk mengolahnya dengan lebih sempurna.

Contoh foto penggunaan grad ND pada foto kiri, menggunakan Grad ND Hard-edge 0.9 dengan posisi batas gelap terang hampir level/ rata. Sedangkan pada foto kanan, dengan Grad ND soft-edge 0.6, tapi peletakan batas gelap terangnya dimiringkan (titled) sesuai batas-batas tebing.

Gbr 62: Meskipun ada software pengolah foto tapi penggunaan alat bantu lebih indah.(Foto: Yadi Yasin)

13. Lensa yang digunakan

                Ada asumsi bahwa sebuah foto landscape itu harus menggunakan lensa selebar mungkin. Tapi dalam membuat sebuah foto landscape, semua lensa dapat dipergunakan, dari lensa super wide (14mm, 16mm, dst), wide (20mm – 35m), medium (50mm – 85mm), hingga tele/super tele (100mm – 600mm). Semua range lensa bisa dan dapat dipergunakan. Semua itu tergantung kebutuhan dan scene yang kita hadapi. Lensa wide/super wide kadang dibutuhkan jika kita ingin merangkum sebuah scene seluas-luasnya dengan memasukan objek yang banyak atau yang berjauhan atau ingin mendapatkan perspektif yang unik.Tapi kadang sebuah tele bisa digunakan untuk mengisolasi scene sehingga lebih un-cluttered, simple, dan focus.

 Jika tiba pada suatu lokasi/spot, usahakan mencoba dengan semua lensa yang Anda bawa. Jangan terpaku pada satu lensa dan memotret berulang-ulang. Kadang diperlukan kejelian untuk melihat dan mencari suatu bentuk unik atau pattern dari luasnya sebuah scene landscape, sehingga kita dapat meng-isolasi dengan menggunakan lensa yang tepat. Hanya dengan sering memotret dan menghadapi berbagai scene di berbagai kondisi yang dapat mengasah insting Anda, baik itu objek yang harus dicari ataupun lensa apa yang harus dipergunakan. Penggunaan lensa yang tidak standar  seperti fish-eye (baik itu yang diagonal maupun yang full-circular) bisa mendapatkan view yang menarik, tentu dengan pengunaan pada saat yang tepat. Tidak selalu penggunaan fish-eye menghasilkan foto yang “bagus” walau memang berbeda.

Gbr 63: Contoh foto landscape dengan lensa 200mm. (Foto: Yadi Yasin)

Gbr 64: Contoh foto landscape dengan lensa 300mm.(Foto: Yadi Yasin)

Gbr 65: Penggunaan lensa fish-eye.(Foto: Yadi Yasin)

14. Persiapkan diri dan sesuaikan peralatan

                Walau ini tidak berhubungan langsung tapi kadang sangat menentukan. Sering kali kita membutuhkan research atau bertanya baik itu dengan googling atau kepada  fotografer yang sudah pernah ke satu lokasi sebelumnya, terutama jika mengunjungi tempat yang berbeda jauh iklim maupun cuacanya. Karena itu akan menentukan kesiapan kita baik fisik maupun peralatan yang harus dibawa, baik peralatan fotografi maupun peralatan penunjang.

Cek ulang dan test semua kamera dan lensa yang akan dibawa. Akan lebih baik kalau semua peralataan yang akan dibawa dalam keadaan bersih, baik lensanya, filter-filter maupun kamera (sensor) nya. Membawa semua lensa yang kita punya kadang tidak bijaksana. Mungkin suatu trip hanya membutuhkan satu atau dua lensa saja, atau justru membutuhkan lebih dari itu karena kita sudah mempunyai gambaran atau informasi tersebut merupakan pengulangan trip yang sudah pernah dilakukan. Mengetahui alam dan lingkungan dan adat (jika ada penduduknya) dari lokasi pemotretan juga akan sangat membantu.Bahkan kadang dengan membawa peta (atau mungkin GPS) akan membantu kita menemukan suatu tempat atau spot, khususnya bila kita hunting di daerah yang tidak diketahui.

Hal lain yang tidak kalah penting adalah melindungi seluruh peralatan yang Anda bawa selama photo trip/hunting, baik itu hanya day-trip, overnight trip atau trip berhari-hari, bahkan berminggu-minggu. Sebelum berangkat, pastikan Anda memilki check-list peralatan apa saja yang Anda bawa. Catat juga semua model dan serial numbernya.

Untuk kiat-kiat melindungi peralatan Anda di bawah ini:

  • simpanlah peralatan kamera Anda dalam tasnya jika tidak dipergunakan. Beli dan pergunakanlah padlock/gembok dengan kualitas cukup baik untuk menguncinya,
  • jika Anda menginap di suatu hotel/ motel/ hostel, jangan tinggalkan peralatan Anda tergeletak di atas meja atau tempat tidur jika meninggalkan kamar, walau hanya sebentar, misal untuk keluar makan. Masukkan kembali ke dalam tas dan kuncilah,
  • jika anda menginap di suatu cottage (biasanya di daerah pantai) atau hotel dengan kamar di lantai dasar, dengan jendela yang dapat terbuka, jangan meletakkan tas Anda dekat jendela, baik saat meninggalkan kamar atau pada saat Anda tidur. Tas dapat dengan mudah di “kail/pancing” dari luar,
  • untuk peralatan lain seperti laptop, gunakan pengaman laptop seperti kabel pengaman jenis Microsaver yang dapat diikatkan ke suatu benda yang tetap seperti meja kayu,atau tiang besi.
  • pengalaman Yadi Yasin  di negara-negara dunia ketiga (bukan Indonesia), tidak bijaksana untuk membawa backpack kamera Anda untuk memotret. Biasanya yang dia lakukan adalah menggunakan kamera bag hanya untuk media transportasi peralatan, misal dari satu tempat ke tempat yang lain. Untuk hunting Yadi mempergunakan kamera bag yang lebih kecil atau kamera holder seperti Toploader/Topload. Kadang-kadang di daerah yang rawan, adanya kamera backpack di punggung Anda hanya mengiklankan dan mengundang orang-orang jahat,
  • jika Anda terpaksa harus meninggalkan seluruh atau sebagian peralatan Anda dalam tas backpack, baik di kamar hotel atau mobil, selain dikunci gembok, gunakan jaring besi pengaman seperti Pacsafe yang sangat kuat melindungi keseluruhan backpack Anda dengan prinsip kerja yang sama seperti pelindung laptop,
  • sangat penting untuk mengetahui informasi tentang keadaan sekitar suatu tempat tujuan dari orang-orang setempat, baik tentang cara menuju ke sana, situasi keamanan atau daerah yang harus dihindari, misalnya dari resepsionis, penjaga pintu, dan lain-lain. Sering bertanya, sehingga multiple source lebih berguna dari single source,
  • jangan malas  untuk sering melakukan check-count/list atas semua peralatan yang dibawa, misalnya setiap malam sebelum tidur, sambil bersih-bersih peralatan/lensa. Jadi kalau ada satu item yang hilang dapat diketahui lebih awal, bukannya pada akhir perjalanan setelah tiba dirumah atau meninggalkan tempat tersebut.(www.scribd.com)