Askurifai Baksin*

PADA kajian teori perubahan ada empat teori. Keempat teori tersebut adalah teori dialektika, life cycle, teleologi, dan evolusi. Setiap kondisi dan tempat biasanya menggunakan teori yang berbeda.

Rhenald Kasali menyebut dialektika merupakan teori yang selalu menghadirkan dua kubu, yakni tesis dan antitesis. Pertemuan keduanya menghasilkan sintesa. Teori ini memerlukan biaya tinggi yang terkadang melibatkan ideologi. Aspek ekonomi sering mempertentangkan kapitalisme dan demokrasi. Tapi keduanya suatu saat melawan komunisme. Pertempuran antarideologi membuahkan sebuah ‘market’.

Tiongkok dalam beberapa tahun terakhir ini mampu mendominasi ekonomi dunia. Dulu, ada pertarungan antara dolar dan yen, kini justru menghasilkan dolar kontra yuan. Dulu Indonesia dikepung produk elektronika asal Jepang, kini didominasi produk Tiongkok. Jika produk Eropa, Jepang, atau Amerika menjunjung mutu produk dengan harga mahal. Kini, Tiongkok membalikkan logika itu. Tiongkok melakukan penjualan produk dengan kualitas bagus tapi harga murah.

Life cycle merupakan teori perubahan yang mengikuti hukum alam. Segala sesuatu memiliki siklusnya. Di sini ada yang disebut sunatullah, semua ada aturan alamnya. Bayi berubah menjadi kanak-kanak, menjadi remaja, dan dewasa. Ketika dewasa dan tua, seseorang kembali seperti kanak-kanak. Muncul pepatah,  “menjadi tua itu keharusan tapi merasa tua adalah pilihan.” 

Teori perubahan ketiga adalah teleologi. Teori ini menitikberatkan kemampuan melihat jauh ke depan. Di sini semua orang diarahkan untuk mencapai kondisi masa depan. Dulu sebelum memasuki tahun 2000 seorang John Naisbit menulis buku ‘Megatrend 2000’. Buku laku keras karena menganggap Naisbit seorang forecaster (peramal). Orang seluruh dunia percaya apa yang dikemukakannya. Padahal dia mempunyai kemampuan itu karena setiap hari membaca sekira 70 koran dari Asia, Afrika,  Amerika, dan Eropa. Dasar dia melihat masa depan bukan karena ilmu laduni,  tapi karena menganalisis trend melalui media.

Terakhir teori evolusi, yakni  kemampuan beradaptasi merupakan kunci hidup agar bisa bertahan lama. Intinya survival and  fitness, yang paling fit lah yang bertahan. Mereka yang paling cocok dengan alamlah yang bertahan hidup. Teori ini digagas Charles Darwin, meskipun akhirnya dipatahkan ilmuwan lain. Teori ini menggariskan bahwa yang sehatlah yang bisa bertahan. Dinosaurus punah karena tidak sehat. Tapi ada hewan purba buaya, kura-kura, dan iguana yang masih bertahan hingga kini.

Memilih Mazhab

            Jika dikaitkan ulang tahun kemerdekaan Indonesia ke-72, persoalan kita adalah bagaimana bisa berubah dari negara yang mengalami ketergantungan terhadap impor dan pinjaman luar negeri. Usia kemerdekaan yang cukup tua menjadi pertimbangan semua elemen bangsa melakukan perubahan. Persoalannya, mau menggunakan mazhab perubahan yang mana?

            Beberapa hari lalu Jepang memperingati jatuhnya bom di Hirosima dan Nagasaki. Dalam beberapa puluh tahun Jepang menjadi negara super power di Asia. Juga Korea Selatan dengan gejolak dua kubu sosialis dan komunis mampu mendudukkan dirinya menjadi negara super power di dunia.

            Ada dua mahzab perubahan menurut penulis yang diilhami teori perubahan di atas, yakni disruption dan quantum leap.

Mazhab pertama disruption. Menurut wikipedia, istilah ini berasal dari disruptive innovation, yakni inovasi yang membantu menciptakan pasar baru, merusak pasar yang sudah ada dan menggantikan teknologi lama. Istilah disruptive innovation dicetuskan pertama kali oleh Clayton M Christensen dan Joseph Bower pada artikel “Disruptive Technologies: Catching the Wave” di jurnal Harvard Business Review (1995). Artikel tersebut ditujukan untuk para eksekutif yang menentukan pendanaan dan pembelian di suatu perusahaan berkaitan dengan pendapatan di masa depan.

Mazhab kedua quantum leap. Istilah quantum leap berasal dari  serial televisi Amerika Serikat yang ditayangkan Maret 1989 – Mei 1993 oleh NBC. Serial ini menggambarkan petualangan Sam Beckett (Scott Bakula) ‘meloncat’ dari satu tubuh ke tubuh lain dengan tugas mengatasi masalah yang dihadapi tokoh tersebut. Seri ini selalu diakhiri dengan Sam meloncat ke tubuh orang lain di akhir episode.

Quantum leap secara harfiah diartikan sebagai peningkatan yang sangat tinggi. Biasanya untuk menggambarkan pencapaian target kerja yang menunjukkan terjadinya suatu lonjakan ekstrim, misalnya pencapaian keuntungan bisnis yang semula ditargetkan hanya 1.000 ternyata hasilnya 10.000 atau lebih.

Kedua mahzab ini mempunyai kesamaan, yakni keduanya menghendaki perubahan cepat. Indonesia memerlukan perubahan cepat karena di usia ke-72 bangsa ini harus bangkit di berbagai bidang, terutama pendidikan. Mengapa pendidikan? Karena di kantung inilah penyediaan SDM dipertaruhkan. Sistem pendidikan konsep lama yang berorientasi pada guru dan dosen harus berubah menjadi pendidikan yang memberikan seluas-luasnya inisiatif dan inovasi peserta didik.

Menurut Rhenald Kasali yang dimaksud disruptif adalah bagaimana menempatkan pola pikir futuristik di era sekarang. Yang terjadi justru sebaiknya. Di banyak lembaga pendidikan menempatkan pemikiran lama di era kini. Hal ini (maaf) mungkin terjadi di bangku sekolah yang melibatkan beberapa guru yang tidak mau meng-up grade diri. Ketika peserta didik penuh wawasan, berpedoman e-book dan gawai, sang guru hanya bertumpu pada konsep lama.

Situasi ini pun mungkin (maaf) terjadi di perguruan tinggi. (Mungkin) ada dosen-dosen yang malas meng-up grade diri dengan dunia luar yang penuh inovasi disruptif. Bayangkan, jika peserta didik dijejali pemikiran lama yang diterapkan saat sekarang maka yang terjadi adalah SDM yang tidak disruptif. Apalagi jika menggunakan mahzab quantum leap yang selalu menargetkan hasil belajar (out came) melebihi target yang ditentukan. Jika menggunakan mazhab quantum leap, keberhasilan seseorang melampaui target ekstrim yang dibutuhkan saat ini. Semoga.**

*Artikel ini pernah dimuat di HU Pikiran Rakyat