Bagian ini bertujuan agar Anda mampu menghidupkan bahasa sehingga buku yang Anda susun menarik dan mudah dipahami. Karena menyangkut Bahasa maka pada bab ini Anda akan bertemu lagi dengan EYD yang kini sudah berganti dengan nama PUEBI (Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia).

Y Budi Artati dalam bukunya Baku dan Tidak Baku mengulas banyak seputar Bahasa baku dan Bahasa tidak baku. Khusus untuk penulisan buku tek atau monograf Bahasa yang digunakan berupa Bahasa baku. Apa yang dimaksud dengan Bahasa baku?

Dalam bahasa Indonesia ditemukan sejumlah ragam Bahasa. Ragam bahasa merupakan suatu istilah yang dipergunakan untuk menunjuk salah satu dari sekian variasi yang terdapat dalam pemakaian bahasa. Salah satu ragam bahasa tersebut ragam bahasa tulis. Ragam bahasa tulis dibagi menjadi ragam baku dan ragam tidak baku.

Sebelum membahas ragam baku dan tidak baku sebaiknya Anda mengetahui arti ragam bahasa baku dan ragam bahasa tidak baku. Ragam Bahasa baku adalah ragam bahasa yang mengikuti kaidah Bahasa Indonesia, baik yang ejaan, lafal, bentuk kata, struktur kalimat,  maupun penggunaan Bahasa. Sebaliknya, ragam bahasa tidak baku adalah ragam bahasa yang tidak yang tidak mengikuti kaidah bahasa Indonesia.

Penggunaan kaidah yang benar mempunyai kekuatan sanksi sosial karena orang yang menggunakan bahasa dengan benar, ia akan mendapat pujian. Sementar itu orang yang menggunakan dengan tidak benar, ia akan dicela masyarakat.

Setiap pemakai Bahasa Indonesia menginginkan dapat menggunakan Bahasa Indonesia secara baik dan benar. Namun kita sering membuat kesalahan dan tidak tahu bagaimana seharusnya bahasa itu digunakan. Kita sering menjumpai Bahasa yang salah kaprah yang berlaku di masyarakat.  Masyarakat sebenarnya tidak tahu secara pasti mengapa mereka  memilih kata atau kalimat itu. Mereka tertarik dengan tanpa menyadari bahwa pilihannya itu salah. Bahasa yang terlalu menyimpang dari kaidah, yang tidak bersistem, kacau kacau dan tidak efektif bukankah bahasa yang baik.

Seseorang yang menggunakan bahasa secara baik memperlihatkan hubungan logis antara bahasa yang digunakan dengan baik dan pikiran yang terkandung dalam bahsa itu. Dengan demikian orang lain akan mudah menangkap apa yang telah disampaikan. Menggunakan bahasa yang baik dan benar memerlukan pembiasaan. Selain itu juga memerlukan perhatian terus-menerus, hati-hati dalam bertutur, dan didasari oleh sikap positif terhadap bahasa tersebut.

Ketika bertutur, perasaan, keinginan ataupun pikiran kita keluar melalui bahasa yang kita ucapkan. Bahasa yang digunakan berwujud kalimat lengkap yang terdiri atas subjek, predikat, objek atau kalimat tidak lengkap, seperti kalimat seru, kalimat jawab, perintah, slogan ataupun judul karangan. Jika kalimat yang kita ucapkan kacau susunannya membuktikan bahwa pikiran yang menghasilkan bahasa itu pun kacau.

Kita sering menemukan penggunaan bahasa yang salah kaprah. Salah kaprah berarti salah atau kesalahan yang sudah umum. Karena sudah terbiasa dengan kesalahan orang sudah tidak merasakan lagi bahwa bahasa yang digunakan salah. Tentu ada penyebabnya orang bertindak salah kaprah terhadap penggunaan Bahasa.

Bahasa Indonesia mengalami perkembangan yang pesat. Banyak istilah baru muncul, baik kosakata istilah maupun bentukan baru. Kemunculan itu ada yang sengaja dibuat ada pula muncul dari pemakai bahasa itu sendiri sebagai sumbangan spontan bagi pemerkayaan bahasa kita. Bentuk baru yang muncul kurang didasari oleh pengetahuan yang cukup tentang kaidah Bahasa maka terjadilah kesalahan. Kesalahan itu terjadi secara berulang-ulang sehingga yang salah itu seolah-olah sudah benar karena dipakai terus menerus. Kesalahan inilah yang disebut saah kaprah.

Penggunaan bahsa yang salah kaprah sering diucapkan oleh pembawa acara yang ingin mempersilhkan seseorang untuk memberikan sambutan atau berkenaan dalam suatu acara.

Contoh: “Sekarang kita menginjak acara berikutnya. Bapak Prakoso akan menyampaikan kata sambutannya. Waktu dan tempat kami persilakan.”

 Apakah Bapak Prakoso meninggalkan tempat duduknya? Ternyata Bapak Prakoso tetap duduk. Dia sengaja tidak berdiri dan melakukan apa yang diminta pembawa acara karena bukan Bapak Prakoso yang dipersilakan melainkan waktu dan tempat.

Contoh lain siapa yang salah kaprah seperti berikut?

“(Saudara-saudara) Hadirin kami persilakan karena Bapak Bupati berkenan meninggalkan pertemuan ini. Beliau akan menjalankan tugas di tempat lain.”

Penggunaan kata berkenaan dalam kalimat pembawa acara itu salah kaprah. Berkenaan artinya setuju, mau, bersedia dengan hati yang tulus tidak keberatan. Perbaikan pernyataan tersebut bahwa kata berkenaan seharusnya diganti dengan akan. Penyebutan Bapak Bupati juga tidak tepat. Penyebutan yang benar adalah Bapak Sanusi, bupati kepala daerah Cimenyan. Kata yang menunjukkan jabatan tidak didahului kata kekerabatan seperti bapak dan ibu.

Selain salah kaprah dalam berbahasa harus diperhatikan nalar berbahasa. Nalar berarti kalimat yang kita tuturkan itu logis. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dimaksud adalah akal pikiran yang berterima. Dalam tuturan sehari-hari sering terjadi kalimat yang dituturkan seseorang dapat dipahami padahal jika diteliti akan tampak bahwa kata-kata yang digunakan tidak menunjukkan makna yang logis.(Y Budi Artati, 2009: 1-5)