Askurifai Baksin

KEGADUHAN yang dibuat media sosial kian menjadi-jadi. Celakanya, ada  sebagian masyarakat yang larut dalam dinamika media sosial yang awalnya dibangun untuk sosial media. Kondisi ‘darurat’ ini diperparah lagi oleh semakin mendekatnya momen tahun politik 2019.

Beruntung di barisan media massa muncul kesadaran jurnalisme data untuk menampilkan reportase berdasarkan budaya data (data culture). Menurut Open Data Lab. budaya data adalah prinsip yang ditetapkan dalam proses praktik sosial, baik di sektor publik dan swasta yang mengharuskan semua staf dan pembuat keputusan untuk fokus pada informasi yang disampaikan oleh data yang ada, dan membuat keputusan dan perubahan sesuai informasi tersebut.

Prinsipnya, budaya data harus melalui Journey of Data Culture yang  meliputi mempertanyakan sesuatu,  menggali data, menganalisis data, dan menceritakan (asking questions, gathering data, analyzing data, dan telling). Analisis data yang dilakukan juga mempunyai nilai sendiri, yakni what happen (descriptive analytics), what did it happen (diagnostic analytic), what will happen (predictive analytic), how can we make it happen (prescriptive analytics) (www.labs.webfoundation.org).

What happen mengandung kronologi peristiwa, tak sekadar menulis ujung atau pangkalnya saja. Dengan demikian sebuah berita yang berdasarkan data memberikan informasi kepada khalayak. Dalam kajian ini sumber data sering disebut dokumen. Dokumen umumnya statis, tidak mudah berubah. Dokumen ini oleh jurnalis diolah menjadi data yang bersifat dinamis,  kemudian menjadi informasi dan akhirnya menjadi pengetahuan. Dengan demikian nilai what happen berupa upaya jurnalis untuk melakukan descripctive analytics,  yakni proses data analitis untuk mendapatkan gambaran umum dari data yang sudah dikumpulkan.

Nilai kedua what did it happen yang memerinci apakah perjalanan dari dokumen menjadi data lantas menjadi informasi berita dan menjadi pengetahuan itu berlaku untuk publik? Inilah mengapa materi berita harus bersifat aktual, publisitas, dan universal sehingga sebuah berita harus melalui proses analisis diagnosisnya.  Standar karakteristik media massa tetap melekat pada nilai kedua ini.

Nilai berikutnya adalah what will happen, apakah yang akan terjadi. Nilai budaya data ketiga ini intinya seorang jurnalis harus mampu memprediksi apa yang akan terjadi dengan pemberitaan yang ditulis. Dulu John Naisbit terkenal dengan buku Mega Trend 2000. Buku ini terbit sebelum memasuki tahun 2000 lalu dan terkenal saat itu dengan ‘2K’. Buku Naisbit kala itu menjadi rujukan para pemimpin berbagai negara melihat kecenderungan dunia setelah tahun 2000. Apakah Naisbit  seorang peramal (forecaster)? Bukan, ternyata pengakuan John Naisbit dia mampu menulis buku tersebut karena membaca sebanyak 72 koran dari berbagai negara. Di sini terlihat bagaimana seorang John Naisbit mampu menulis Mega Trends 2000 karena mendapatkan data dari koran sebanyak 72.

Jadi, analytics predictive adalah data analytics yang memberikan hasil prediksi tentang sesuatu yang akan datang. Contoh dari analytics predictive adalah sistem rekomendasi yang dipakai di situs e-commerce Amazon. Dari data pengunjung dan pembelian maka bisa diperkirakan barang apa saja yang pengunjung sekiranya tertarik untuk membeli. Pada analitis jenis ini mulai diperlukan timachine learning untuk menafsirkan data yang telah dikumpulkan sehingga tidak bisa langsung melakukan operasi penjumlahan atau rata-rata seperti pada analisis deskriptif. Analitis prediktif bisa dibilang setingkat lebih tinggi dari analitis deskriptif karena prosesnya lebih kompleks dan rumit. Meskipun demikian analytics deskriptif tetap diperlukan antara lain sebagai benchmark. Pada kasus sistem rekomendasi untuk menunjukkan bahwa algoritma rekomendasi sudah memberikan hasil maksimal (openbigdata.wordpress.com).

Nilai terakhir budaya data adalah how can we make it happen (analytics preskriptif). Nilai terakhir ini merupakan proses analisis yang menghasilkan jawaban atas pertanyaan kenapa sesuatu terjadi serta memberikan saran terhadap kondisi yang kemungkinan akan terjadi di masa yang akan datang. Karena kemampuannya inilah analytics preskriptif sangat diperlukan oleh top-level manajemen dalam mengambil keputusan. Dalam prosesnya sulit untuk membuat sistem yang menggunakan analytics preskriptif, mengingat algoritmanya harus benar-benar dapat melihat yang tak terlihat dari hasil dua analisis sebelumnya. Selain itu juga mempertimbangkan semua opsi untuk pengambilan keputusan. Untuk mencapai hal ini machine learning sudah pasti menjadi hal yang mutlak digunakan. (openbigdata.wordpress.com).

Jenis-Jenis Data

             Menurut Dinita Andriani Putri (Open Data Lab) jenis data yang umum ditemui dibagi menjadi data tidak terstruktur, data semi terstruktur, dan data terstruktur. Data yang diperlukan pada Jurnalisme Data adalah data terstruktur. Jika ada data yang masih tidak terstruktur maupun yang semi terstruktur maka seorang jurnalis harus mampu mengolahnya untuk menjadi informasi. Itulah pentingnya jurnalis memahami  penggunaan software excell. Dengan program ini jurnalis bisa mengolah data secara benar. Proses mengolah dokumen yang ada di pemerintah disebut scrapping, atau kalau jurnalis menyebutnya ‘pembersihan data’, yakni proses mengolah dokumen proyek menjadi data untuk keperluan pemberitaan.

            Bagaimana seorang jurnalis bisa mendapatkan data untuk kegiatan peliputannya? Sesuai Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) muncul istilah Data Terbuka, yakni data yang tersedia dengan bebas bagi setiap orang untuk diakses, digunakan, diubah, dan dibagikan untuk tujuan apa pun.…” (http://opendefinition.org). Contoh pemerintah mempunyai lembaga bernama LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah). Melalui LKPP seorang jurnalis bisa mendapatkan dokumen lelang. Tapi dokumen ini belum bisa dijadikan bahan berita sebelum dilakukan ‘scraping’. Untuk itulah seorang jurnalis mau tidak mau harus memahami penggunaan excel yang mempunyai 14 rumus untuk bisa ‘membersihkan data’. Selamat datang budaya data.*

*Artikel ini pernah dimuat di HU Pikiran Rakyat